Rabu, 10 Maret 2010
Ahmad Tohari
Nama lengkap penulis ini adalah Ahmad Tohari. Dia lahir di Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah pada 13 Juni 1948. Penulis berbakat ini pernah meraih beberapa penghargaan antara lain Southeast Asian Writers Award, Fellowship International Writers Program di Iowa, (USA)
Sosok tubuhnya kecil jauh dari pada bayangan figur seorang yang mempunyai prestasi internasional. Cara berpakaiannya sederhana mengingatkan pada seorang santri saleh yang mempunyai wawasan terbuka bisa menerima semua insan di dunia dari segala lapisan untuk hidup berdampingan secara damai sebagai sesama ciptaan Tuhan. Rendah hati, itulah sosok Ahmad Tohari, yang ternyata merupakan salah seorang kawan dekat Gus Dur.
Siapa yang sangka pula kalau ia seorang haji yang mempunyai pesantren di daerah Banyumas, tempat kelahirannya. Orangnya terbuka, mempunyai rasa kemanusian yang sangat tinggi. Dalam buku yang ditulisnya banyak mengangkat penderitaan rakyat yang pernah disaksikan dengan mata kepalanya sendiri. Contohnya beberapa novel diangkat dengan menceritakan keganasan Peristiwa September 1965, dimana ia melihat dengan mata kepala sendiri seorang anak muda dibunuh secara biadab karena diduga PKI. Lalu ada juga kisah tentang keganasan tentara terhadap Gali yang dibunuh secara misterius.
Karya-karyanya sudah banyak yang diterjemahkan ke bahasa Belanda, Jepang, Jerman, Inggris dan Mandarin. Pernah mendapat penghargaan Southeast Asian Writers Award dan Fellowship International Writers Program di Iowa.
Bersama Rene Lysloff dari University California of Riverside (UCR) ia ke Amerika Serikat dalam rangka penterjemahan bukunya ke dalam Bahasa Inggris yang akan diterbitkan oleh Hawaii University Press bekerja sama dengan Yayasan Lontar Indonesia. Selain itu waktu yang ada ia, manfaatkan dengan memberikan ceramah di UCR dan UCLA, sekaligus juga bertatap muka dengan masyarakat Indonesia di Duarte Inn Center. Dalam dialog di Duarte Inn, ia memaparkan keadaan Indonesia terakhir menurut pengetahuannya.
Ia sangat mencela pengalaman di kampung halamannya ketika menyaksikan pembunuhan orang yang dicap PKI. Ia juga menyayangkan terjadinya Peristiwa Mei 98 yang ditujukan untuk memojokkan suku Tionghoa. Menurutnya, di kampung halamannya, suku Tionghoa menjadi roda penggerak ekonomi. Bahkan ketika ia meminta sumbangan untuk acara bersama di kampungnya maka ia banyak meminta kepada pengusaha Tionghoa.
Ia juga aktif menulis di Kompas dan Tempo. Jika ada kesempatan, ia akan menulis Peristiwa Mei 98 agar bisa dikenang sebagai sejarah yang pernah terjadi di Indonesia.
Karya Ahmad Tohari
• Kubah (novel, 1980)
• Ronggeng Dukuh Paruk (novel, 1982)
• Lintang Kemukus Dini Hari (novel, 1985)
• Jantera Bianglala (novel, 1986)
• Di Kaki Bukit Cibalak (novel, 1986)
• Senyum Karyamin (kumpulan cerpen, 1989)
• Bekisar Merah (novel, 1993)
• Lingkar Tanah Lingkar Air (novel, 1995)
• Nyanyian Malam (kumpulan cerpen, 2000)
• Belantik (novel, 2001)
• Orang Orang Proyek (novel, 2002)
• Rusmi Ingin Pulang (kumpulan cerpen, 2004)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar